PNIB : Untuk Apa Ada Bansos Kalau BBM Naik, Lebih Baik Tidak Ada Bansos Tapi BBM Turun & Pendidikan Gratis

Reporter : ali wafi

SRN/JAKARTA/ 30-5-2024 – Rencana Pemerintah untuk menaikkan BBM subsidi dan non subsidi para bulan Juni menuai banyak tanggapan. Krisis di timur tengah dan kenaikan harga minyak mentah memaksa pemerintah mengeluarkan biaya lebih untuk mengimpor BBM. Dan seperti yang telah terjadi sebelumnya, kenaikan BBM akan berdampak pada kenaikan sektor lain khususnya distribusi pangan yang berhubungan dengan sarana transportasi menggunakan BBM.

Kenaikan BBM dampaknya cukup besar bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Harga-harga sembako dipastikan akan naik, moda transportasi di daerah ikut naik menyesuaikan kenaikan BBM. Masyarakat di desa dengan pendapatan minim akan merasakan lonjakan BBM sebagai meroketnya belanja kebutuhan pokok sehari-hari. Ini fakta yang barangkali berbeda dengan dampaknya di kota-kota besar dengan pendapatan lebih tinggi” ungkap Gus Wal selaku ketua umum Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB) menanggapi rencana kenaikan BBM.

PNIB juga menyoroti perekonomian yang masih belum merata di penjuru daerah, kebijakan Bansos dan subsidi salah sasaran yang masih sering terjadi. Persoalan semakin komplek saat ditambah kenaikan BBM yang berdampak pada kenaikan biaya mobilitas masyarakat untuk beraktifitas dan berusaha.

Subsidi tunai dan Bansos yang hanya diterima tidak lebih dar 10% jumlah penduduk Indonesia pada akhirnya tidak berarti apa-apa ketika BBM, sembako, listrik ikut naik. Bagi masyarakat tidak mampu namun tidak terjangkau Bansos karena persoalan amburadulnya data, akan semakin membuat mereka terpuruk dalam kemiskinannya. PNIB menghimbau penghapusan bansos yang lebih banyak salah sasaran, lebih baik dialokasikan untuk memurahkan harga BBM. Harga BBM murah otomatis akan membuat sektor lain ikut turun,” lanjut Gus Wal

Beban ekonomi masyarakat yang semakin tinggi dan tidak tersolusikan dengan baik oleh pemerintah lambat laun akan menimbulkan kerawanan sosial. PNIB mendorong pemerintah untuk lebih berpihak kepada persoalan masyarakat kelas bawah yang nyata terjadi. Kebijakan pemerintah seharusnya dibuat dengan mempertimbangkan dampak langsung bagi rakyat miskin, mereka jumlahnya hampir setengah dari jumlah penduduk Indonesia.

Lebih baik tidak ada Bansos, BLT atau subsidi tunai jika BBM naik. Jumlah yang diterima tidak naik dan diserahkan 3 bulan sekali, biasanya tidak sampai seminggu habis untuk membayar hutang warung. Ini fakta yang terjadi di kampung-kampung. Kenaikan BBM di negara yang kaya minyak bumi itu sesuatu yang ironis. Sumber daya alam yang dijual mentah akan berharga murah, namun ketika kita butuh bahan olahan maka harus membayarnya lebih mahal. BBM Pertalite, Solar, Pertamax itu bahan mentahnya dari kita sendiri yang kita ekspor, dan ketika berubah menjadi BBM kita harus mengimpor dari negara lain yang sudah pasti mahal dan harganya bisa dipermainkan. Jangan sampai slogan Indonesia Emas justru berubah menjadi Indonesia Cemas karena rakyatnya yang semakin menderita,” tutup Gus Wal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.