Reporter: ALI WAFI
SRN/JAKARTA/12-3-2024 –
Dalam pandangan saya sebagai anak bangsa ada tiga hal yang menandakan Demokrasi akan mati Pertama Jika wasit sudah dikuasi dalam hal Pemerintahan adalah Aparat Penegak Hukum, dan jika dalam kontek Elektion adalah KPU dan Bawaslu.
Kedua dalam konteks bernegara jika civil society dikebiri, dan jika dalam Pemerintahan oposisi di nisbikan dan tidak diberi ruang, dan ini pernah di lakukan Suharto ketika tahun 1973 menyederhanakan fusi Partai menjadi 3(tiga) Partai saja.
Hal tersebut dilakukan Suharto dengan alasan demi untuk menjaga Stabilitas Politik. Ketiga dengan mudahnya merubah undang-undang demi kepentingan seseorang atau golongan saja. Dua hal yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi saat ini sama persis dengan apa yang dilakukan Orba dalam sedikit versi sehingga terkesan tidak ada hukum/aturan yang dilanggar. Sesungguh nya dalam tatanan sosial Hukum/undang-undang itu merupakan jasad dalam bermasyarakat atau bernegara dan Etika adalah Ruhnya.
Jika dalam bernegara Ruh (etika) sudah terlanggar dan mati apalah gunanya jasad (hukum) tersebut. Contoh sederhana jika seseorang Buang air kecil (BAK) di tempat terbuka, tidak ada satu pasal yang dilanggar, namun secara Etika hal itu tidaklah pantas, dan hal semacam itu dilakukan dalam pemerintahan Jokowi.
Para Guru besar, Seniman, Budayawan dan tokoh Agama sudah mengingatkan, tetapi semua itu hanya dianggap angin lalu oleh Jokowi. Apa yang dilakukan Elemen masyarakat jangan diartikan terlalu sederhana dengan menganggap mereka terafiliasi dengan kompetitor nya, karena mereka yang menyampaikan hal tersebut tokoh-tokoh yang pernah mendekati penguasa apalagi membicarakan keuntungan pribadi dan jabatan, mereka menyampaikan itu agar Jokowi sadar apa yang Jokowi lakukan hari ini adalah salah dan Jokowi juga harus segera menuntaskan janji-janji yang belum terpenuhi, dan belum tercapai diwaktu tersisa ini, terutama kepada masyarakat daerah terdepan dan terluar Wilayah Indonesia.
Dalam tragedi Pesawat smart hilang kontak di Kalimantan Utara dari Tarakan saat memuat sembako ke Krayan desa Binuang baru-baru ini seharusnya bisa membuka hati dan pemikiran Jokowi bahwa ada janji nya belum tuntas, bukan berstrategi agar bisa melanggengkan jabatan nya lewat politik dinasti.
Semestinya Jokowi sadar karena sudah terlalu sering melakukan seremoni peresmian Pos Lintas Batas Negara/PLBN, yang pastinya Jokowi sudah tahu bagaimana kondisi infrastruktur menuju kesana, dan tentunya tau apa yang harus di lakukan untuk meringankan beban mereka, bukan malah membahas Program makan gratis, Seandainya itu harus dibahas sudah kah terpikirkan oleh para elit, bagaimana cara mengirim ke wilayah tersebut, ingat infrastruktur di sana bukan baik-baik saja seperti yang sering disampaikan elit di sekeliling Jokowi.
Seharusnya elit-elit partai yang berpikiran nasionalis dan idiologis tentang negara demokrasi bisa belajar dari era Orde Baru, bagaimana fusi partai disederhanakan menjadi tiga saja, sehingga kontrol terhadap kebijakan pemerintah nyaris tidak ada. Sekarang pun hal ini dilakukan lagi dengan versi yang berbeda, gerak oposisi dimatikan bukan dengan senjata militer, tapi dengan intimidasi dengan hukum, jika oposisi tersebut terlibat pasti akan berhenti dan sudah banyak contoh. Ganjar Pranowo begitu bersuara tentang wacana hak angket, langsung direspon dengan laporan yang ditindak lanjuti, tapi yang sudah terperiksa seperti Menko Perekonomian dan Menko Perdagangan bergabung, penegak hukum tidak bersuara lagi. Itulah kenapa sebagian besar elit bergabung ke PARTAI INDONESIA MAJU, dengan Ketumnya JOKOWI, karena mereka semua tersandera dengan kasus-kasus hukum, sehingga keputusan-keputusan yang sifatnya otoriter, akan terus bisa berjalan mulus, karena tidak akan pernah ada yang bisa mengalahkan meskipun harus melalui voting, dan terkesan demokratis. Inilah gaya orba versi jokowi.
Sehingga di mata banyak orang yang dulu pernah menjadi militansi Jokowi karena kesederhanaan dan merakyat kini, telah berubah menjadi pemimpin diktator gaya baru yang terkesan dibungkus dengan dengan hukum hal ini tentu saja membuat banyak masyarakat yang melek menjadi kecewa dan marah.
Seperti yang dilakukan Pemerintah pada Pemilu 2024 ini tidak lepas dari manuver Jokowi, bahkan prediksi berapa persen suara dari setiap Capres sudah bisa digaungkan bahkan sebelum pencoblosan dimulai.
Sebagai anak bangsa yang bukan siapa-siapa saya hanya bisa berpesan, Pak jokowi berhentilah mengutak-atik apa yang telah disepakati bersama dalam bernegara, jangan sampai masyarakat yang peduli dengan bangsa ini, akan bergerak lebih masif. Ingat..!!! di era reformasi 1998 tumbangnya Suharto hanya dimotori oleh kampus, tetapi saat ini pergerakan ini sudah dimotori oleh berbagai elemen yang Pro Demokrasi, dan pastinya secara subtansi jauh lebih tajam daripada tahun 1998.
Semangat untuk seluruh anak Bangsa,Kedaulatan di tangan Rakyat tidak satupun yang bisa menghalangi langkah kita untuk berjuang dan selamatkan DEMOKRASI yang hari ini sudah di hancurkan oleh penguasa.