TRADISI DUGDERAN MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN YANG MASIH DIPERTAHANKAN

TRADISI DUGDERA MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN YANG MASIH DIPERTAHANKAN DI KOTA SEMARANG

SRN/SEMARANG/13-03-2023 – Tradisi Budaya menyambut awal bulan Suci Ramadfan, beraneka ragam disetiap daerah di Nusantara ini, salah satunya akan kita bahas adalah Tradisi Dugderan.

Tradisi Dugderan ini  adalah suatu upacara yang dilaksanakan pada setiap akan menjelang datangnya bulan Suci Ramadhan. Tradisi upacara ini merupakan gambaran cerminan dari perpaduan dari Tiga Etnis yang mendominasi pada masyarakat di Kota Semarang,  yakni Etnis Jawa, Tionghoa dan Arab.

Nama dari Tradisi “Dugderan” ini diambil dari kata “dugder”,  yang berasal dari kata “Dug” (Bunyi Bedug yang ditabuh) dan “Der” (Bunyi Tembakan Meriam). Bunyi “dug” dan “der” tersebut sebagai pertanda akan datangnya awal bulan Suci umat Muslim yaitu Ramadhan.

Menurut dari para Sejarah upacara Dugderan ini diperkirakan mulai berlangsung sejak pada tahun 1881, di kala itu Semarang dipimpin oleh seorang Bupati RMTA Purbaningrat. Upacara ini dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat dalam masyarakat, mengenai awal dimulainya Puasa pada bulan Suci Ramadhan.

Oleh karena itu dicapailah suatu kesepakatan bersama untuk menyamakan persepsi masyarakat, dalam menentukan awal bulan Suci Ramadhan,  yakni dengan menabuh Bedug di Masjid Agung Kauman dan Meriam di Halaman Kabupaten dan dibunyikan masing-masing sebanyak Tiga kali dan dilanjutkan dengan pembacaan pengumuman awal  Puasa di Masjid.

Perayaan Multikultural ini semakin menarik minat masyarakat Semarang dan sekitarnya, ditandai dengan makin banyaknya para pedagang yang menjajakan dagangannya yang beraneka ragam, seperti minuman, makanan, dan mainan anak-anak, seperti perahu-perahuan, celengan, seruling dan gangsing.

Selain itu dalam upacara Dugderan terdapat Ikon berupa “Warak Ngendhog” yang  berwujud hewan berkaki  Empat (Kambing) dengan Kepala yang mirip Naga. Warak Ngendhog memperlihatkan adanya perpaduan kultur Arab, Islam, Jawa, dan Tionghoa. Keberadaan Warak Ngendhog tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan yang harmonis antar-Etnis , sehingga membuka jalinan kontak Budaya yang lebih intensif sehingga memungkinkan adanya proses akulturasi.

Dari sini lah kita bisa melihat bagaimana kekayaan Budaya Bangsa kita ini, yang masih perlu kita lestarikan dan jaga, karena dari sini lah kita bisa mempelajari arti pentingnya kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat disekitar kita.

Reporter  : Satriya/Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.