1 ABAD MENINGGALNYA SANG PENCERAH

KH Ahmad Dahlan. Seratus tahun wafatnya sang pencerah 23 februari 1923

SRN/SURABAYA/27-02-2023 – Seratus tahun hanyalah soal perhitungan waktu, namun sebenarnya yang menjadi perhatian adalah ‘ibrah’ atau pelajaran atas kepergian seseorang menghadap penciptanya dengan bekal yang sangat cukup dan memberi teladan bagi mereka yang ditimggalkan.

Tanggal 23 februari 1923, KH Ahmad Dahlan meninggal dunia. Sebelum menghembuskan nafas beliau mengumpulkan istri dan anak-anaknya serta teman dan murid terdekatnya. “Nampaknya ajalku akan sampai, aku sudah tidak lagi memiliki apa apa yang bisa aku wariskan kepada kalian. Aku hanya punya Muhammadyah yang inhin aku titipkan kepada kalian. Rawatlah dan hidup hidupilah Muhammadyah dan jangan kalian mencari penghidupan dari Muhammadyah.”

Dalam hidupnya KH Ahmad Dahlan benar bemar mendedikasikan pikiran, waktu, tenaga, dan hartanya untuk berdakwah, khususnya melalui Muhammadyah. Oleh karena itu di akhir hidupnya KH Ahmad Dahlan tidak memiliki harta melimpah. Suatu ketika ia pernah menasehati para muridnya. “Kalian jangan berteriak akan menyerahkan nyawa kalian untuk membela agama karena aesungguhnya nyawamu itu menjadi wewenamg Allah SWT kapan akan mengambilnya. Berkorbanlah kamu dengan hartamu, karena harta itulah yang kelak akan menyelamatkanmu di akherat.

KH Ahmad Dahlan benar benar telah berdagang kepada Allah swt dengan keuntungan yang besar. Betapa tidak, setelah ditinggalkannya Muhammadyah bukan surut tetapi justru semakin berkembang dan meluas dengan berbagai amal sosialnya yang membawa manfaat bagi umat islam dan masyarakat luas. Bahkan Muhammadyah telah menjadi ladang amal bagi banyak orang tanpa mwngurangi nilai jariyah para pendirinya.

Apa yang menjadi kunci bagi Muhammadyah sehingga tetap bisa bermanfaat bagi masyatakat luas ? semua itu tidak lepas dari semangat keikhlasan dan kepedulian sosial kepada sesama. Muhammadyah memulai usahanya bukan atas pertimbangan untung rugi yang bersifat material belaka. Keuntungan yang ingin diraih Muhammadyah adalah seberapa besar usahanya membawa manfaat bagi lingkungan sekitar. Bila dalam usaha teraebut terdapat keuntungan yang bersifat materi maka keuntung tersebut akan dikembalikan menjadi modal untuk memperbesar kemanfaatan, bukan hanya untuk memperkaya diri sendiri.

Oleh karena itu harus dipahami wasiat terakhir KH Ahmad Dahlan agar tidak memcari penghidupan dari Muhammadyah. Janganlah dimaknai secara sempit bahwa tidak boleh menerima upah atau gaji dari Muhammadyah  tetapi jangan menuntut lebih kepada Muhammadyah untuk mendapatkan seuatu, sementara apa yang diberikan untuk berdakwah dan berjuang lewat Muhammadyah tidaklah sepadan bahkan jauh dari apa yang didapatkan dari Muhammadyah.

Saat ini tidaklah pantas bila ada orang yang berani menyatakan telah berbuat yang terbaik untuk Muhammadyah, apalagi merasa punya jasa besar untuk Muhammadyah. Ketahuilah bahwa saat ini kitalah yang diuntungkan oleh Muhammadyah. Ibarat menuang air, bila dituang sendiri ke tanah maka hanya bisa untuk menyirami satu tanaman, namun bila air tetsebut dituangkan ke sungai (Muhammadyah) maka air tersebut berlipat lipat kekuatan dan kemanfaatanny. Itulah gambaran bila beramal lewat Muhammadyah. Amal jamaah akan dirasakan jauh lebih besar dan luas karena adanya sinergi dan kolaborasi amal.

KH Ahmad Dahlan telah meninggaljan kita semua, namun sungguh kematiannya justru telah menghidupkan dirinya hingga saat ini. Maka pantaslah bila Allah swt berfirman. “Dan janganlah kamu menyatakan orang orang yang terbunuh (meninggal) di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup tetapi kamu tidak menyadarinya.” QS Al Baqarah ayat 154.

Reporter  : Rofiq

Sumber    : Dari catatan Muhammad Izzul Muslimin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.