SRN/SURABAYA/13-12-2022 – Kembali lagi kasus warga Surabaya yang tidak adanya penerangan di rumahnya, ini menimpa seorang keluarga yang tinggal di Jalan Juwingan 124, Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, hidup dengan keterbatasan listrik. Sebab, sang pemilik tanah tidak mengizinkan Kusaeri (57) untuk memasang listrik sendiri.
Camat Gubeng Kota Surabaya, Eko Kurniawan Purnomo menyatakan telah melakukan mediasi dengan pemilik tanah tersebut. Sebab, tanah atau lahan yang dihuni keluarga Kusaeri adalah kontrak yang kemudian dibangun rumah sendiri.
“Jadi Pak Kusaeri itu dia sewa di lahannya orang, bangun rumah sendiri. Dia tinggal di situ dengan istri, anak dan dua cucunya tanpa ada listrik,” kata Eko Kurniawan dihubungi Senin (12/12).
Eko mengungkapkan, sebelumnya keluarga Kusaeri pernah disalurkan listrik dari tetangga. Bahkan pada tahun 2015-2020, sudah ada tiga tetangga yang pernah mengalirkan listrik ke rumah Kusaeri. Namun, karena tetangga listrik sering mati karena bebannya tidak kuat, akhirnya mereka keberatan.
“Semua (tetangga) rata-rata membantu hanya khusus untuk penerangan di dalam rumah (gratis). Karena pemakaiannya berlebihan, sehingga membuat tarif yang membantu membengkak dan akhirnya diputuskan,” tulisnya.
Selain tidak bisa memasang listrik sendiri, Eko juga menyebutkan, bahwa program intervensi Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) jamban yang akan dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kepada keluarga Kusaeri juga tak dapat terealisasi. Sebab, pihak pemilik tanah yang menghuni rumah tinggal keluarga Kusaeri juga tidak diperbolehkan.
“Rumah Kusaeri pernah mengajukan Program Rutilahu tetapi terkendala tidak ada surat kepemilikan rumah. Dikarenakan status tanah bukan milik sendiri tetapi sewa,” jelasnya.
Dalam setiap harinya, Eko menyebutkan, bahwa Kusaeri dan istrinya bekerja sebagai tukang tambal ban. Sedangkan sang anak, bekerja sebagai ojek online dan salon. Sementara tanah yang dihuni Kusaeri dan keluarga tersedia sewa Rp1 juta per tahun dengan bangunan yang dibangun sendiri.
“Sudah tinggal sekitar 20 tahun di sana, tapi sewa tanah dan tanahnya dibangun sendiri. Untuk saat ini, dibantu Pak RW dan tetangga untuk lampu jalan (di luar rumah) sejak tahun 2014,” sebutnya.
Eko pun juga sempat menawarkan keluarga Kusaeri untuk tinggal di Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa). Opsi itu ditawarkan sambil ia juga melakukan mediasi serta komunikasi dengan pemilik tanah dan PLN.
“Tadi saya coba tawarkan Rusunawa. Kita coba rayu ke sana mungkin dia (keluarga Kusaeri) mau. Bantuan-bantuan yang lain kita juga hubungi Dinas Sosial. Tadi kita juga kasih sembako dan keluarga Pak Kusaeri sebelumnya sudah dapat bantuan BPJS PBI,” paparnya.
Selain itu, dari hasil sosialisasi yang dilakukan, Eko mengungkapkan, bahwa untuk peralatan memasak, setiap harinya keluarga Kusaeri juga masih menggunakan tungku kayu bakar karena belum teraliri listrik.
“Bantuan PKH (Program Keluarga Harapan) sebelumnya juga dapat tetapi saat ini tidak keluar. Harapannya beliau ingin memasang aliran listrik dan bantuan kompresor untuk usaha tambal ban,” tulisnya.
Menurut Eko, kendala izin dari pemilik tanah menyebabkan keluarga Kusaeri hidup tanpa aliran listrik. Namun demikian, setelah diminta melakukan mediasi dengan pemilik tanah dan komunikasi bersama PLN, rumah keluarga Kusaeri akhirnya bisa dipasang meteran listrik. “Dari PLN bisa pasang meteran baru yang token sementara. Tanpa surat dari pemilik (tanah). Jadi kalau (listrik) tidak dipakai bisa dilepas lagi,” pungkasnya. (Satriya)