SRN/SURABAYA/06-11-2022 – Kisah secuil kehidupan di Kota Surabaya yang cukup keras, ini terjadi pada seorang anak bernama Lidia Febriana (9), anak putus Sekolah Dasar (SD) di Kota Surabaya.
Lidia Febriana, harus rela meninggalkan bangku sekolah yang anak-anak seusia dia menempuh pendidikan demi cita-citanya, dia harus terpaksa menjadi pemulung barang-barang bekas demi untuk membantu perekonomian keluarganya.
“Sehari saya bisa membawa uang sebesar Rp10 ribu, uang tersebut untuk membantu orangtua membeli beras di rumah,” kata Febri, sambil mengusap keringat.
Warga asli Lumajang itu mengatakan, sejak berhenti sekolah dirinya sehari-hari memungut barang-barang bekas seperti plastik, bekas minuman mineral, besi, kardus dan kertas, yang ia jumpai.
“Hasil memungut sampah itu bisa membantu ekonomi keluarga sehari-hari,” katanya.
Apalagi, orangtuanya sudah tidak lagi bekerja dan sering sakit-sakitan, sehingga dirinya menjadi tulang punggung orangtua.
Menurutnya, jika dirinya sehari tidak bekerja memulung barang bekas, keluarga di rumah akan kesulitan ekonomi, bahkan belum lama ini orangtua tak mampu membeli beras. “Saya kerapkali tidak makan nasi karena orangtua tidak mampu untuk beli beras,” katanya.
Dia menyebutkan, dirinya ingin meneruskan sekolah hingga tamat SD. Akan tetapi, orangtua melarangnya karena tak mampu membiayai pendidikan.
“Kalau saya sekolah, orangtua tak mampu membeli pakaian untuk seragam serta buku dan sepatu,” ujarnya, sambil memungut barang bekas di lokasi Jalan Nginden ll No 54.
Ia mengaku, terpaksa berhenti sekolah karena orangtua tak mampu membiayai pendidikanya. Oleh karena itu, ia sehari-hari memungut barang-barang bekas di Kota Surabaya.
“Saya tidak tega melihat orangtua saya yang saat ini tidak bisa berbuat apa-apa. Kerja saya hanya memulung untuk bisa membantu biaya makan minum Ibu dan Ayah,” ungkapnya.
Diketahui Febri bekerja dari jam 10 malam hingga jam 12 malam hanya untuk mencari barang-barang bekas yang layak di jual.
“Saya kerja dari jam 10 malam sampai jam 12 malam, pulangnya saya jalan kaki sampai di rumah,” ucapnya. (Maksimus)