SRN/SURABAYA – Produksi konten – konten anak muda dengan kecenderungan “Yang Penting Viral” di media sosial, jadi perbincangan seru dalam acara Dialog Kebangsaan Bersama Eros Djarot di kampus STIKOSA – AWS, Selasa (12/7).
Menanggapi kekuatiran mengenai beberapa konten viral yang mengandung muatan pornografi, mengesampingkan etika seperti konten remaja dari Citayam beberapa waktu lalu, Eros Djarot menjawab diplomatis.
“Saya nggak terlalu resah. Anak – anak sekarang itu kan produknya kita – kita, para orangtua. Ya begitulah kita saat ini. Kualitas kebudayaan kita sebagai bangsa, salah satunya terlihat dari konten karya anak – anak sekarangi media sosial . Kalau saya bersikap, berikan mereka ruang dan tawarkan budaya kebhinekaan negeri kita dengan sebaik – baiknya dengan gaya dan imajinasi generasi sekarang, sehingga mereka bisa memilih yang terbaik,” ungkap Eros Djarot yang dikenal sebagai penulis, sutradara film, pencipta lagu, politikus dan sederet prestasi lainnya.
Lebih lanjut Eros Djarot mengatakan, apa yang dihasilkan generasi muda saat merupakan refleksi dari perilaku para orang tua atau generasi sebelumnya. Apa yang diketahuinya, yang dipahami, apa yang diungkapkan berdasarkan pengalaman empiriknya.
Dialog Kebangsaan yang menghadirkan Eros Djarot sebagai narasumber tunggal, berlangsung di ruang Multi Media STIKOSA – AWS, merupakan kerja bareng STIKOSA – AWS, IKA (Ikatan Alumni) STIKOSA – AWS, ngopibareng.id, komunitas Roemah Bhineka dan Seduluran Semanggi Suroboyo.
Dalam sambutan pembuka, Ketua STIKOSA – AWS Dr. Meithiana Indrasari, ST., MM., mengaku perihatin dari beberapa karya konten kreatif yang di produksi generasi muda saat ini yang fenomenal, yang menjauhkan dari akar budaya bangsa kita dalam bermedia sosial. Semata – mata anak muda jaman sekarang hanya mengedepankan “Yang Penting Viral”, dan dapat “cuan” banyak.
“Saya seorang pendidik dan sekaligus seorang ibu. Mengamati apa yang sekarang ini disuguhkan oleh generasi muda di media sosial ini, maaf…. harus saya sampaikan sudah sampai taraf meresahkan. Memang ujung-ujungnya ingin produktif dan ingin cuan (keuntungan finansial-red). Yang penting viral, yang penting menarik perhatian publik, bisa terkenal bisa endorse dan sebagainya, tetapi ada banyak yang dilacurkan” kata Dr. Meithiana Indrasari yang juga aktif bermedia sosial.
“Ma’af, mungkin kalimat saya itu agak keras gitu ya, tetapi melalui dialog kebangsaan ini, diharapkan kita dapat kembali dan merawat budaya yang baik dan bijak bangsa kita yang merupakan jati diri bangsa Indonesia. Pancasila sebagai falsafah, dan Bhineka Tunggal Ika, ayo kita kembali. Jangan kita isi media sosial dengan konten – konten yang hanya mementingkan viral, yang penting dapat cuan. Tetapi sama sekali tidak memikirkan seperti apa nantinya NKRI kita di masa depan?,” imbuhnya.
Di penghujung dialog kebangsaan tersebut, Eros Djarot menambahkan, fungsi dan peran negara untuk mengawal masyarakat Indonesia di era digital ini, bukan hanya aparat dan TNI. Tetapi justeru peran wartawan dan pers yang turut memberikan contoh nilai – nilai yang baik dan terus mengawalnya.
“Kalau dulu atau sebelum era digital, TNI mempunyai peran utama untuk mengawal kebhinekaan masyarakat Indonesia. Tapi di era digital ini, justeru kalian – kalian dan tempat inilah (menunjuk kampus STIKOSA-AWS sebagai perguruan tinggi yang menghasilkan para jurnalis handal), yang mempunyai peran utama dan penting untuk mengawalnya,” ungkapnya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan generasi muda saat ini adalah terus berkarya konten kreatif. Kaum muda dapat merubah pola pemikiran dari istilah “Reaktif” menjadi “Kreatif” dan meyakini keberadaan Tuhan sebagai teman terbaik dalam berkarya konten di media sosial.
“Jadi apapun karya – karya kontennya, jika kita Kreatif tentu tidak akan terpengaruh dengan hal – hal yang tidak baik. Jadi belajar dari konten – konten yang negatif itu dan kemudian merubah minsed membuat karya yang positif. Kuncinya dimana? Ada di Kreatifitas, percaya dan meyakini Tuhan sebagai teman terbaik kita dalam berkarya” pungkas Eros Djarot, sang sutradara film “Cut Nya’ Dien” (1988) yang fenomenal karena menyabet banyak penghargaan di Festival Film Indonesia dan event penghargaan internasional. (A.Holil)