SRN/SURABAYA – Anggota Dewan Komisi A Surabaya, Imam Syafi’i memiliki bukti valid tentang lokasi eks Dolly dan Morsen (Moroseneng) buka lagi?.
Menurut Imam Syafi’i, dia mengetahui dari beberapa teman, setelah mereka mendapat informasi dari mulut ke mulut secara terbatas.
Imam Syafi’I, sangat bersemangat untuk ingin tahu kebenaran akan informasi tersebut, dengan turun langsung ke tempat-tempat lokasi eks lokalisasi di Surabaya tersebut.
Imam berharap kabar bukanya eks lokalisasi Dolly dan Morsen tidak benar alias hoax. Maklum Pemkot Surabaya sudah menggelontorkan dana sangat besar. Pemkot membeli belasan bahkan puluhan rumah yang sebelumnya dijadikan bisnis “esek-esek”.
Oleh Pemerintah Kota Surabaya rumah-rumah maksiat itu disulap menjadi taman, rumah baca, tempat budidaya anggrek, hingga sentra produk UMKM. Bahkan yang paling gres di Seemi Jaya, sangat dekat Morsen, juga didirikan Rumah Padat Karya, untuk warga MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah),, tempat cuci motor dan mobil.
Setelah melakukan investigasi langsung ke lokasi, ternyata kabar bukanya lagi lokalisasi eks Dolly dan Morsen bukan isapan jempol.
Di lokasi eks Moro Seneng Imam Syafi’i temukan 10 wisma beroperasi lagi, modusnya wisma digembok dari luar, gembok dibuka jika makelar di depan rumah membawa masuk laki-laki hidung belang, yang ingin jajan kue cinta instan di dalamnya. Tamu wisma bisa pilih cewek-cewek yang di-display di showroom. Harganya Rp 180 ribu dan Rp 200 ribu.
Di Dolly agak beda. Saya memergoki kafe yang dipakai untuk prostitusi. Tidak jauh dari mulut gang Dolly. Di pinggir jalan utama.Tidak ada ruang pamer gadis-gadis penjaja cinta duduk berderet di sofa. Seperti di Morsen (Moro Seneng).
Sebagai contoh Kata Imam Syafi’i, agar bisnis haram ini tidak dihentikan oleh petugas keamanan, menunjukkan sejumlah foto gadis di ponsel. Terlihat masih muda dan cantik-cantik, jika deal, gadis-gadis tersebut dijemput dari tempat kos mereka. Tidak jauh dari cafe yang buka hingga jam 4 subuh itu.
“Lho kok gak sama dengan yang difoto. Wajahnya lebih tua dan badannya agak gemuk,” protes dua laki-laki setelah si makelar membawa masuk dua gadis ke cafe. Sebelum naik ke loteng dengan tarif Rp 300 ribu.
Imam Syafi’i menambahkan hasil bukti temuan temuan tersebut, untuk dibawa pada saat rapat Komisi A DPRD Surabaya, dengan 31 Camat, lalu beberapa hari kemudian dengan 154 lurah se-Surabaya.
Semoga ada upaya dari Pemkot Surabaya, mengatasi masalah sosial dan dosa besar ini. Tidak hanya melarang gadis-gadis itu bermaksiat, tapi juga dicarikan solusi yang manusiawi, agar mereka tidak terus menerus ke jalan yang sesat dan menyesatkan tersebut. (Red)