Budaya  

Sosok Raden Sawunggaling, Sang Adipati Babat Alas Surabaya

Raden Sawunggaling merupakan sosok yang melakukan babat alas (membuka lahan) Kota Surabaya bagian barat.

SRN/SURABAYA – Raden Sawunggaling merupakan sosok yang melakukan babat alas (membuka lahan) Kota Surabaya bagian barat. Menurut cerita juru kunci makam Sawunggaling. Muhammad Baidowi, Sawunggaling adalah putra dari Dewi Sangkrah dan Adipati Jayengrono.

Dewi Sangkrah melahirkan dan membesarkan putranya seorang diri. Pasalnya, sang suami menjalankan tugas sebagai adipati di Surabaya.

Adipati Jayengrono meninggalkan Dewi Sangkrah saat usia kandungannya sudah tua. Ia pun meminta sang istri tetap tinggal di Kampung Donowati (sekarang Lidah Wetan), sementara ia akan berangkat untuk menjalankan tugasnya sebagai adipati.

Jayengrono berpesan kepada Dewi Sangkrah supaya kelak saat anaknya lahir laki-laki, ia menamainya Jaka Berek. Itulah nama kecil Raden Sawunggaling.

Saat beranjak dewasa, Jaka Berek bertanya kepada sang ibu mengenai sosok ayahnya. Dewi Sangkrah pun menceritakan bahwa ayah Jaka Berek ialah seorang adipate di Surabaya. Ia juga memberikan Cinde Puspita kepada Jaka Berek sebagai tanda bahwa ia adalah anak dari Adipati Jayengrono.

Akhirnya, Jaka Berek pergi ke Surabaya membawa ayam kesayangannya dan Cinde Puspita. Ia bertekad menemui ayahnya.

Sesampainya di sana, Jaka Berek bertemu dengan dua kakak tirinya, Sawungrana dan Sawungsari. Keduanya tidak percaya jika Jaka Berek adalah anak Jayengrono. Mereka bertiga kemudian melakukan adu ayam dan Jaka Berek lah yang jadi pemenangnya.

Setelah adu ayam itu, Adipati Jayengrono menemui Jaka Berek. Ia yakin bahwa Jaka Berek adalah anaknya.

Saat usia Adipati Jayengrono makin tua, ia bingung akan mewariskan takhtanya kepada siapa. Adipati Cakraningrat, kakak Adipati Jayengrono memberi usulan supaya ia membuat sayembara memanah umbul-umbul yang diperuntukkan umum. Siapapun yang menang akan menggantikan takhta Adipati Jayengrono.

Sayembara itu diumumkan, dua anak Adipati Jayengrono, Sawungran dan Sawungsari turut sebagai peserta. Namun keduanya tidak berhasil menjatuhkan umbul-umbul.

Diam-diam Jaka Berek dengan mengenakan topeng di wajahnya menaiki kuda dan melancarkan anak panah ke arah umbul-umbul. Anak panahnya melesat dan berhasil menjatuhkan umbul-umbul.

Jaka Berek lah yang kemudian berhak meneruskan takhta sang ayah. Ia diberi gelar Raden Mas Ngabehi Sawunggaling Kulmosostronagoro. (belly)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.